Ke Manakah Berkonsultasi, ke Psikiater atau ke Psikolog Klinis?

BANYAK orang masih bertanya-tanya, bahkan karena kurang informasi, mengacaukan penggunaan sebutan psikiater dan psikolog klinis untuk pelayanan jasa yang memang pada kenyataannya relatif bersinggungan.

Untuk kejelasan dan ketepatan bagi paling tidak terhadap sebutan kedua profesi tersebut rupanya kita harus menyimak perbedaan latar belakang pendidikan kedua profesi tersebut.
Psikiatri adalah spesialisasi dalam bidang ilmu kedokteran yang mencakup masalah pencegahan, diagnosis, dan perawatan, serta riset tentang gangguan mental, pemilikan perspektif spesifik medis dalam melihat gangguan emosi serta perilaku.
Orang yang mengalami gangguan perilaku dan ketidakseimbangan emosi yang serius adalah orang yang sakit mental. Dengan demikian, seorang psikiater telah terlatih secara spesifik dalam masalah abnormalitas perilaku manusia, baik dalam upaya pencegahan serta proses penyembuhannya.

Praktik psikiatri sangat luas, mencakup aspek-aspek yang terkait dengan medis, seperti perawatan dengan obat-obatan, electroconvulsive-shock therapy untuk kasus-kasus tertentu, dan disertai kewenangan memberi perawatan secara institusional, memasukkan ke rumah sakit (hospitalization) pasien yang mengalami hambatan organik dengan penyertaan gejala psikologis yang manifes.

Oleh karena pendidikan dasarnya adalah ilmu kedokteran, maka psikiater memiliki wewenang legal untuk memberi obat-obatan bagi penderita abnormalitas perilaku dan penderita gangguan mental serius tersebut.

Luasnya cakupan pelayanan jasa psikiater tidak berarti psikiater hanya memberi pelayanan jasa pada pasien dengan gangguan perilaku dan keseimbangan yang berat karena psikiater pun memiliki wewenang melakukan terapi modifikasi perilaku, psikoanalisis, apalagi bila psikiater telah mendapat pelatihan khusus untuk memberikan pelayanan tersebut.

Perlu diketahui bahwa untuk menjadi psikoanalis yang andal, memperoleh brevet dokter spesialis psikiatri merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi (Reber, The Penguin Dictionary of Psychology, 1985). Untuk itu pelayanan jasa psikiatri tidak saja ditujukan terhadap pasien dewasa, namun juga pasien anak-anak yang mengalami gangguan perilaku.

Psikologi klinis

Psikologi klinis adalah salah satu bidang terapan psikologi yang memberi jasa melalui upaya mendefinisikan kapasitas perilaku dan karakteristik perilaku individu melalui metode pengukuran (assessment), analisis, dan observasi.
Data yang dihasilkan diintegrasikan dengan data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik serta latar belakang sosial guna memberi saran serta rekomendasi bagi penyesuaian diri yang tepat bagi individu (Kendall, Clinical Psychology, 1982). Dalam kegiatan ini tercakup pengukuran psikologi, deskripsi fungsi kepribadian untuk tujuan penegakan diagnosa, dan penentuan teknik terapi psikologis yang tepat.

Pendidikan dasar bagi seorang psikolog klinis adalah psikologi yang mencakup antara lain pemahaman proses-proses psikologi (fungsi-fungsi mental) dalam diri individu normal melalui desain eksperimental yang mencakup teknik pengumpulan data dan analisis data.

Terapi psikologis yang dilakukan psikolog klinis memang tidak sama dengan terapi psikiatris yang sering disertai dengan terapi medis karena psikolog klinis sama sekali tidak memiliki wewenang untuk memberi perawatan medis.

Untuk itu, dapat diutarakan bahwa tujuan terapi psikologis yang dilakukan oleh psikologi klinis adalah:
a) menjalin relasi menolong dengan klien melalui pendekatan psikologis
b) mendengar aktif terhadap eksplorasi psikis yang dilakukan oleh klien
melalui keluhan-keluhannya
c) menjalin kerja sama dengan klien untuk mencari jalan keluar bagi persoalan psikologis yang dihadapi klien, sambil sekaligus meningkatkan optimasi potensi fungsi mental klien
d) mengajarkan keterampilan dalam mengatasi tekanan (stres) dan mengendalikan otonomi klien dalam meningkatkan efektivitas kehidupannya.

Berbagai sasaran terapi dilakukan baik terhadap klien anak-anak dan klien dewasa yang bermasalah dalam fungsi psikisnya.

Dalam hal ini kegiatan terapeutik mencakup upaya mengatasi konflik a-sadar (pendekatan psikoanalitik), membantu penerimaan diri secara optimal (pendekatan humanistik dengan klien sebagai pusat dalam proses terapi), mengintegrasikan perasaan-perasaan yang konflik pendekatan gestalt), mendapat makna kehidupan (pendekatan existensial), restrukturisasi pola pikir yang cenderung memojokkandiri sendiri (kognitif), mengajarkan keterampilan untuk perilaku yang lebih efektif (behavioristic) atau kombinasi dari berbagai teknik tersebut di atas.
Namun, kebanyakan psikolog klinis lebih memilih menggunakan pendekatan eklektik, artinya mengintegrasikan berbagai pendekatan pada saat yang tepat terhadap klien dan permasalahannya sehingga kecuali klien yang ditangani tidak terjebak secara ketat dalam keterbatasan teknik terapi dengan hanya satu pendekatan saja, pemahaman klien sebagai individu yang utuh pun akan dapat diraih, demi optimasi pelayanan jasanya.

Kerja tim
Psikiater dan psikolog klinis adalah salah satu di antara berbagai keahlian yang mengarahkan pelayanan dalam bidang psikologi dan kesehatan mental.

Dalam banyak kasus peran berbagai profesional dalam pelayanan jasa bagi kesehatan mental tumpang tindih dengan keahlian lain yang terkait, seperti psikiater, psikolog klinis, konselor, pekerja sosial, ahli saraf, perawat kesehatan mental, dan ahli ilmu kesehatan masyarakat.

Setiap bidang tersebut memiliki fokus disiplin ilmu pengetahuan dan perspektif spesifik dalam permasalahan kesehatan mental dan fungsi-fungsi mental manusia. Namun, perbedaan yang ada di antara berbagai disiplin tersebut dapat dipastikan akan berkurang manakala para profesional dari berbagai disiplin ilmu tersebut bekerja dalam satu tim multidisiplin untuk penanganan kasus bermasalah dalam kesehatan mental seperti di pusat kesehatan mental komunitas, rumah sakit, dan sebagainya.

Kerja sama multidisiplin dalam satu tim justru akan lebih memperluas setiap pengetahuan dan keahlian bagi masing-masing disiplin. Baik psikiater maupun psikolog klinis akan lebih belajar banyak bila bekerja dalam tim yang ditandai oleh lintas disiplin kesehatan mental, demi kerja sama itu sendiri serta optimasi manfaat yang dapat diambil bagi kemanusiaan.

Kecuali itu, sebagai individu yang merasa membutuhkan pelayanan jasa bagi peningkatan kesehatan mental serta optimasi fungsi mentalnya dalam menjalani kehidupan, akhirnya pun dapat memilih dengan tepat kepada siapa harus berkonsultasi, ke psikiaterkah atau ke psikolog kliniskah.*

Oleh Sawitri Supardi-Sadarjoen

Sumber : Kompas